Suatu kebahagiaan buat saya, kebahagiaan yang luar biasa, saya membeli buku "Kun FayakuUn 2". Ya, buku tersebut ditulis oleh Ustadz Yusuf Mansur. Ustadz yang terkenal sekali dengan konsep sedekah-nya. Buku tersebut saya beli seharga Rp 38.500 pada saat ada acara pameran buku di dekat masjid Al Hikmah, masjid kampus.
Buku Kun FayakuUn oleh Ust. Yusuf Mansur. Terima kasih Ya Allah, telah menghadirkan buku pengingat ini. |
Saya mendapatkan banyak sekali pelajaran dan petunjuk melalui buku itu. Apa-apa yang selama ini saya belum tau dan apa-apa yang sudah jelas, tetapi saya tidak mengamalkannya. Bagi saya, buku ini memberi pencerahan dan cerita yang luar biasa.
Yang paling saya syukuri adalah buku itu datang pada saat yang tepat. Ya, saya memang pada waktu itu mendapatkan masalah yang membuat dada ini terasa sesak. Bukan sesak karena penyakit. Mungkin sesak karena tersakiti. Mungkin! Tapi biarlah Allah yang tahu dan menyelesaikan setiap urusan hambanya.
Pada buku itu memang banyak dijelaskan cerita, keutamaan, dan contoh-contoh dampak dari sedekah. Namun, saya tertegun ketika membaca bab terakhir dalam buku itu. Pada awalnya, saya biasa saja membaca judul babnya. Namun ketika membaca penjabarannya saya menjadi tersadar dan merasa berdosa.
Judul bab saya beritahukan di akhir saja supaya teman-teman bisa membaca sampai akhir. Insyaallah, dengan menuntaskan membaca tulisan saya ini, ada manfaat dan hikmah untuk kita semua. Bukankah tugas kita untuk saling mengingatkan!
***
Pengalaman ini yang terjadi pada saya. Saya mendapatkan "3 Hadiah" itu. Berikut ini saya buka hadiah tersebut untuk Anda agar kita sama-sama belajar.
1. Sibuk tiada henti
Dalam cerita Ust. Yusuf Mansur, beliau sering mendapat banyak panggilan ceramah. Dahulu, keluar jam 5 ada panggilan habis isya atau jam 9. Beliau tetap iyakan panggilan itu. Kalau sekarang? No! Enggak! Kenapa saya iyakan jam 9? Hitungannya beliau jalan setelah mahgrib. Betul enggak? Beliau jalan habis maghrib, sampai di tempat jam 8 sampai jam 8.30. Lalu ramah tamah dan segala macam, kemudian solatnya sehabis acara. Ternyata bisa-bisanya kita membawa berita Al Quran, shalatnya lalai seperti itu. Akhirnya hadiah yang pertama didapatkan, yaitu sibuk tiada henti.
Panggilan enggak bisa distop. Kalau kita betul-betul tidak memperhatikan Allah, akhirnya kita dibikin jauh... jauh... jauh... akhirnya hancur kita punya rumah.
Saya merasakan hal yang sama. Saya merasa banyak sekali urusan-urusan yang datang seolah saya merasa disibukkan. Betul-betul disibukkan! Mungkin orang lain menilai saya bahwa saya orangnya sibuk. Mungkin kelihatannya saya sibuk. Kesibukan tersebut sampai-sampai saya melupakan terhadap tanggung jawab saya.
Ditambah lagi, saya masih mendapatkan hadiah yang kedua. Apa itu?
2. Orang yang kurang tiada cukup
Mungkin ini yang pernah dirasakan teman-teman sekalian. Kita merasa menjadi orang yang kurang tiada cukupnya. Sudah pontang-panting kesana kemarin. Sibuk kesana-kemari. Panggilan dari sana-sini. Tugas yang terus berdatangan. Tetapi anehnya, kita merasa kurang cukup. Kita merasa kok cuma segini hasilnya? atau bahkan, kita merasa nggk dapat balasan yang setimpal dengan usaha kita. Kita menjadi orang yang kurang tiada cukup.
Dan, hadiah yang ketiga mari kita buka sama-sama.
3. Rugi tiada untung
Allah akan membuat bisnis kita bergerak lamban, kayak semut. Jikapun bisnis berkembang lebih cepat, 10 kali lipat hingga 20 kali lipat, tapi keluarganya Allah buat berantakan.
Mungkin, kaitan untung rugi bukan hanya pada bisnis semata. Tetapi untuk urusan yang lain juga.
Sebetulnya, 3 hadiah itu adalah "3 Hadiah dari Allah bagi Orang yang Lalai Shalatnya". Ya, begitulah judul bab itu. Saya sendiri, mungkin beberapa teman juga yang merasa mengalami, itulah 3 hadiah yang kita terima ketika kita lalai terhadap shalat kita. Lalai bukan berarti meninggalkan kewajiban sholat. Tapi bisa juga "menduakan" seruan adzan. Kita terlalu sibuk dengan urusan dunia. Sampai lupa bahkan tidak mendengar seruan adzan. Saya teringat ketika menonton film "Sang Kiai", ada satu dialog yang membuat saya merasa tersindir. Kalau tidak salah, waktu itu KH. Hasyim Ashari mengatakan "Harusnya seruan adzan itu menggugurkan segala urusan... " (terdengar juga dalam scene itu ada suara adzan). Semoga Anda bisa merasakan scene itu meskipun saya sedikit mendeskripsikannya.
Mungkin sudah menjadi kebiasaan kita selama ini, ketika mendengar adzan, kita tetap melanjutkan urusan kita masing-masing. Dengan santainya kita menyepelekan panggilan itu, "ah ntar aja... waktu dhuhur masih panjang", "ah ntar aj...", dan seterusnya.
Saya disini bukan bermaksud untuk menceramahi, tetapi barangkali dengan tulisan ini ada hikmah yang bisa diambil. Syukur-syukur ketika ada orang yang mengingatkan saya untuk mendahulukan solat. Ingatkan saja, tidak apa apa! saya tidak akan tersindir sama sekali. Justru harusnya saya merasa malu.
Semoga kita senantiasa dirahmati oleh Allah SWT.
---
Sebuah tulisan yang terukir dari kamar kos sederhana. Tertanggal 20 September 2013. Dari seonggok daging yang masih diberi ruh dengan nama "Salman Al Farizi Supriyadi"
CONVERSATION